Makassar, SULSELNEWS.id– Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar dialog akhir tahun 2023 di Red Corner Cafe and Resto Jalan Yusuf Dg. Ngawing No. 1 Makassar, Jumat (29/12/2023).
Dialog tersebut mengangkat tema “Meneropong kualitas penegakan hukum dan hak asasi manusia pasca pemilu 2024.” Tak lain untuk melihat sedikit lebih terang terkait penegakan hukum dan HAM di Indonesia setelah kontestasi pemilu yang akan datang.
Dalam kesempatan ini, hadir narasumber Akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Maskun SH LLM; Ketua PBHI Sulsel, Dr Andi Cibu SH MH; Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Muhammad Al Amin; Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat, Altriara Pramana Putra Basri; serta Muh Irfan Pratama sebagai Moderator.
Dr Andi Cibu mengatakan bahwa dialog ini merupakan ruang berdiskusi dan bertukar imajinasi penegakan hukum di Indonesia pasca pemilu 2024. Sekaligus forum ini menjadi wadah terbuka untuk mengoreksi kualitas demokrasi dan penegakan hukum selama tahun 2023.
“Dari hasil koreksi tersebut lah sehingga dapat ditarik kesimpulan sementara atau suatu resolusi demokrasi, penegakan hukum dan HAM kita secara universal,” terang alumni Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini.
Sementara itu, Prof Maskun menyebutkan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia itu cenderung stagnan, jadi tidak berangkat tidak lebih baik.
“Sehingga memang berdasarkan data-data berbagai lembaga, memang cenderung menurun. Bahkan kecenderungannya secara kasar itu menuju otoriter, dan ini menjadi catatan penting, misalnya peristiwa di Mahkamah Konstitusi baru-baru ini,” ujar Maskun.
Indeks demokrasi yang rendah ini menjadi tugas untuk 2024 mendatang untuk meretas cara-cara negara yang cenderung otoriter.
“Kita sering dipertontonkan dengan tidak berdayanya hukum, nah ini menjadi sebuah fakta yang harus kita lihat sebagai fakta buruk bagi hukum Indonesia,” terangnya.
Selain itu, Altriara Pramana Putra Basri membeberkan berbagai masalah demokrasi yang makin mundur dan penegakan hukum yang semakin tajam.
“Aktor-aktor penting dalam memajukan demokrasi adalah Negara, Partai Politik, dan masyarakat Sipil. Utamanya di bidang sipil politik terkait kebebasan berekspresi dan berkeyakinan yang semakin menyempit,” bebernya.
Kedepannya, kata Altriara, tidak akan jauh berbeda dari sebelumnya, bahkan cenderung lebih ekstrim.
Selanjutnya, Muhammad Al Amin menjelaskan bahwa kualitas demokrasi menurut survei yang ada bahwa kualitas demokrasi dan HAM Indonesia di masa yang akan datang akan menurun tajam.
“Sistem Pemilu kita diisi oleh aktor-aktor politik yang tidak berkualitas, bahkan cenderung bobrok,” tuturnya.
Kondisi ini memperparah sektor lingkungan sebab orang-orang bobrok tersebut, kata Al Amin, memproduksi kebijakan yang tidak pro pada lingkungan, dan berdiri bersama pemodal atau korporasi.
“Misalnya saja Omnibus Law yang disahkan secara paksa oleh pemerintah bersama dengan DPR, yang jelas-jelas tidak berpihak pada rakyat dan lingkungan,” pungkasnya. (***)