Berita  

Iduladha dan Pembangunan Wilayah: Diawali dari Keluarga

Penulis: Ismail Suardi Wekke (Direktur Ahmad Amiruddin Fellowship)

SULSELNEWS.id – Sebuah kesyukuran, iduladha kembali menjumpai kita. Dengan segala problematika kehidupan, kita menjalani dengan tetap sukacita. Sekalipun sebagai warna kehidupan, ada saja dukacita.

Membangun wilayah dalam arti provinsi, ini kemudian pilarnya adalah masyarakat. Kemudian masyarakat ditopang oleh keluarga yang di dalamnya adalah individu.

Peristiwa iduladha adalah bagian dalam memperingati kembali kisah kemanusiaan yang termaktub dalam Alquran. Dimana atas perintah Allah, Nabi Ibrahim AS diminta mengorbankan anaknya, untuk menyembelih sifat kecintaan kepada anak. Jangan sampai itu mengalahkan kepada penghambaan pada Allah SWT.

Sekalipun itu adalah perintah, tetap saja Ibrahim bertanya pandangannya sang anak. Dalam satu percakapan yang diabadikan Alquran dinukilkan kalimat “madza tara?”.

Seorang Ayah bertanya tentang pendapat anaknya sebelum menjalankan perintah Allah. Ibrahim dengan dilandasi kecintaan pada anak. Setelah sekian lama dinanti, kemudian sampai pada umur yang telah memperoleh kemampuan bercakap dan berinteraksi, justru datanglah perintah Allah untuk mengorbankannya.

Bahkan sebuah perintah yang begitu perlu waktu untuk memahami. Manusia yang disembelih, sebagaimana selama ini menyembelih hewan ternak.

Dengan segala keyakinan dan keteguhan yang mengikutinya, Ibrahim menerima perintah tersebut dan langsung bersiap melaksanakannya. Sampailah pada akhir cerita bahwa itu hanyalah merupakan ujian. Bagaimana Ibrahim mau berkorban dan justru senantiasa taat. Sekalipun dalam nalar bahwa apa yang diperintahkan itu sebuah hal yang tak lazim di masyarakat.

Belajar dari keluarga Ibrahim dan istri-istrinya, menjadi bapak para nabi. Dua diantara putranya dengan ibu yang berbeda menurunkan nabi pada perjalanan sejarah kemanusiaan era berikutnya.

Ibrahim dan Ismail kemudian sampai pada generasi Muhammad SAW. Begitu pula dengan Ishak yang melahirkan nabi lainnya.

Dibalik ini, ada rahasia yang perlu dipelajari. Sehingga dapat menjadi bagian dalam membangun keluarga yang seterusnya akan menjadi bagian dalam pembangunan wilayah.

Ketika keluarga sakinah, maka tentu saja akan lahir masyarakat yang di dalamnya senantiasa berpandukan pada peran-peran kemaslahatan. Termasuk keluarga yang produktif fan berkontribusi.

Penulis menduga itu diawali dari tauhid yang kukuh. Sekalipun dalam suatu kesempatan Ibrahim bertanya tentang bagaimana Allah membangkitkan makhluk yang sudah mati. Sebelum menjawab lengkap, Allah bertanya ke Ibrahim “apakah kamu tidak yakin?”. Ibrahim menjawabnya “untuk menentramkan hati saya”.

Dialog ini mencerminkan bahwa selalu diawali dengan keyakinan dan justru proses berikutnya hanyalah sebagai peneguhan terhadap keyakinan yang sudah dicapai.

Selanjutnya, kita juga bisa melihat bentuk komunikasi dalam keluarga. Dimana Ibrahim senantiasa menjalin komunikasi dengan anak-anaknya. Termasuk menyimpan informasi dan memendalm untuk dirinya sendiri jikalau itu terkait dengan apa yang tidak perlu disebarkan.

Saat-saat Ibrahim harus meninggalkan Ibrahim dan ibunya di lembah yang gersang. Istri yang baru saja melahirkan. Namun, lagi-lagi dengan segala keyakinan yang memenuhi dirinya, Ibrahim tetap saja menjalankan perintah itu.

Rupanya, rancangan Allahlah yang selalu benar. Dimana justru peristiwa Ismail dan ibunya dalam pencarian air yang diabadikan dalam ibdaha umrah dan haji. Thawaf sebagai bentuk syariah, diantaranya merupakan replikasi dari apa yang dialami Ismail dan ibunya.

Begitu pula kita bisa saksikan sampai sekarang kakbah. Dibangun bersama Ibrahim dan Ismail. Kemudian tempat berdiri Ibrahim dalam pembangunan kakbah itu juga menjadi situs yang tetap wujud sampai kini.

Maka, dari peristiwa Ibrahim dan keluarganya, juga keberadaan kakbah yang dibangun dari keluarga Ibrahim, serta peristiwa mencari air yang dinamakan saat ini zamzam dan begitu pula dengan thawaf menjadi bagian dari sebuah ritual yang sampai kini tetap dijalankan.

Dengan demikian, untuk membangun wilayah dalam lingkup provinsi, perlu diawali dengan pembangunan keluarga. Sebuah keluarga yang bertumpu pada keyakinan tauhid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *