Berita  

Meneruskan Semangat Ahmad Amiruddin, Dari Sulsel untuk Indonesia

Penulis: Ismail Suardi Wekke, Direktur Ahmad Amiruddin Fellowship

Sulselnews.id – Muhklis PaEni mengawali paparannya terkait Pengarusutamaan Naskah Nusantara sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) dalam acara dalam sebuah acara sosialisasi IKON bertempat di Hotel Aryaduta, Makassar (25/4/2024) tentang 30 tahun lalu.

Ajudan Gubernur Sulawesi Selatan saat itu, Ahmad Amiruddin, menelpon Mukhlis PaEni yang menjabat sebagai Kepala Arsip di Indonesia Timur. Mengundang sarapan dan dalam perbincangan itu kemudian terjadi dialog yang berujung pada program inventarisasi naskah yang ada di Sulawesi Selatan.

Sekalipun awalnya adalah Gubernur meminta Kepala Arsip untuk memikirkan bagaimana para wisatawan tidak hanya dating dan kencing saja di Sulsel. Tetapi mereka dapat beraktivitas lainnya. Diantaranya terkait dengan naskah yang merupakan gudang ilmu pengetahuan dan sumber informasi.

Gubernur Sulsel kemudian memberikan dukungan dalam bentuk edaran kepada bupati/walikota se-Sulsel untuk melaksanakan kegiatan inventarisasi di wilayahnya masing-masing.

Saat itu, terkumpul 5.000-an naskah dan kemudian dialihmediakan dalam format microfilm. Sehingga tetap bisa dipertahankan, dan bisa diwariskan sampai sekarang.

Selama tiga sampai empat tahun, naskah lokal dihunting dari desa ke desa dibantu asisten peneliti dengan pembiayaan Ford Foundation. Sementara Gubernur Sulsel membantu dengan menggerakkan birokrasi untuk mendukung kegiatan tersebut.

Apa yang dilakukan Ahmad Amiruddin dan Mukhlis PaEni 30 tahun lalu kemudian kini dijadikan program oleh Perpustakaan Nasional dalam program IKON. Sekaligus menjadi IKON sebagai warisan nasional.

Salah satu IKON yang tersedia saat ini adalah naskah tulisan Syekh Yusuf Al Makassari.

Sekalipun telah dilakukan Sulsel sejak 30 tahun lalu, sekarang ini program IKON merupakan kelanjutan dan perluasan yang dilaksanakan perpustakaan. Kemudian sosialisasi terkait dengan naskah dilaksanakan terstruktur dan terporgram.

***

Ini merupakan catatan betapa bahwa Sulsel telah berfikir 30 tahun lalu, terkait dengan inventarisasi naskah. Olehnya, kita beruntung adanya program itu sehingga Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulsel telah menyerahkan 40.049 kepada Perpusnas sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulsel yang diwakili Kepala Bidang Perpustakaan, Drs. H. Andi Sangkawana, M.M.

Puluhan ribu naskah itu diserahkan untuk dialihmediakan dan nantinya akan tersedia baik di Jakarta maupun di Makassar, serta alat untuk membacanya juga disiapkan di ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, Mukhlis PaEni menyatakan bahwa jikalau ada sosialisasi terkait IKON di Sulsel, maka ini bukanlah sesuatu yang berat. Dimana penyerahan 5.000-an naskah, 30 tahun yang lalu sejatinya sudah dilaksanakan.

Masalahnya, diantara naskah yang belum dimicrofilmkan, kemudian berpindah tangan dimana adanya gerakan negara tetangga yang membeli naskah ke pelbagai pelosok. Termasuk di daerah-daerah Sulawesi Selatan.

***

“Apa yang dapat kita lakukan?”. Itu sebuah pertanyaan sehingga naskah tersebut tetap dapat lestari. Dimana kalaulah hanya setakat kebanggaan masa lalu, maka itu tetap bagus adanya tetapi tidak cukup hanya sampai di situ.

Naskah itu bisa saja musnah, hancur, dan tidak lagi berada di tangan kita. Bahkan hanya berbentuk “buku”. Atau bahkan bisa dipindahtangankan ke negara lain.

Olehnya, ini bisa menjadi media pembelajaran. Seperti Perang Makassar yang ditulis Encik Amin. Sebuah pembicaraan yang menarik di Malaysia. Tetapi kalau di Makassar sendiri, justru tidak dikenal. Bahkan penulis mulai mengenalnya ketika menempuh pendidikan di Universiti Kebangsaan Malaysia.

Naskah tadi bisa menjadi bagian dalam pembelajaran. Apalagi dengan kurikulum lokal yang memungkinkan setiap daerah memberikan eksplorasi pada setiap naskah.

Tidak lagi hanya memperbincangkan masa lalu, tetapi juga kondisi kekininian dan juga untuk keperluan masa depan.

Terakhir, sejatinya Ahmad Amiruddin telah memulai. Maka tugas kita semua untuk meneruskan apa yang sudah dilakukan. Betapa ide dan tindakannya, sejatinya tetap relevan sampai kini. Bahkan, apa yang dilakukan dalam skala provinsi, kini dipandang sebagai sebuah hajatan nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *