Makassar, SULSELNEWS.id – Ketua Komisi Hubungan Antar Umat Beragama MUI Sulsel Prof Wahyuddin Naro mengatakan bahwa sesungguhnya Pancasila itu adalah milik bangsa Indonesia, bukan milik siapa-siapa apalagi milik rezim tertentu.
Hal tersebut disampaikan saat dirinya menghadiri dialog kebangsaan yang di gelar oleh Permabudhi yang bertepatan dengan hari lahir pancasila.
Dialog tersebut dipusatkan di Mall Phinisi Point Jl. Metro Tanjung Bunga Makassar, Kamis 01 Juni 2023.
Prof Wahyuddin Naro terlebih dahulu menjelaskan pengertian dari Pancasila. Menurutnya Pancasila adalah sebuah konsensus yang menjadi ideologi bangsa yang tergali dari akar budaya bangsa Indonesia.
“Pancasila itu selain sebagai ideologi bangsa, ia pun disebut sebagai pandangan hidup atau dengan kata lain The Way of Live yang artinya juga pancasila sebagai pedoman bagi masyarakat dalam berinteraksi sebagai anak bangsa,” ucapnya di hadapan peserta dialog
Adanya pancasila ini sebagai pandangan hidup menjadi tolak ukur dalam interaksi sosial masyarakat itu harus kembali kepada nilai-nilai pancasilanya, di mana kelima nilai Pancasila itu saling menapasi satu dengan lainnya.
Saat ini penerapan dari nilai Pancasila itu sedang mengalami pasang surut. Sejak runtuhnya rezim orde baru di mana ada satu masa di era pasca reformasi ini, hampir semua orang tak ingin berbicara tentang pancasila oleh sebab adanya ketakutan akan dianggap sebagai bagian dari rezim yang pernah berkuasa di negeri ini.
“Karena pancasila adalah sebuah ideologi yang telah dirumuskan oleh para founding fathers kita yakni bapak Soekarno dan para pejuang lainnya, maka tak dapat dikatakan bahwa itu mewakili suatu rezim. Misalnya dalam era orde lama dan orde baru memiliki gaya dan style masing-masing kepemimpinan dalam mengimplementasikan ideologi bangsa ini,” jelas warek II kampus UINAM ini yang juga sebagai ketua komisi HAUB MUI Sulsel.
Saat ini yang paling penting lanjut yang juga Wakil Ketua PWNU Sulsel ini adalah bagaimana mengembalikan nilai Pancasila itu dengan melakukan pembauran secara suka dan tidak suka itu harus di jalankan, karena kita tak boleh lagi berteori atau berdiskusi terlalu panjang tentang apa dan bagaimana itu pancasila.
Disamping itu, Pancasila sebagai ideologi bangsa yang menjadi catatan pentingnya, maka haruslah dibedakan antara kehidupan berbangsa dan kehidupan beragama, sementara banyak di antara kita yang mencampur baurkan keduanya.
Dirinya menekankan dengan adanya dialog-dialog kebangsaan seperti ini, diharapkan dapat terjadi persatuan dan kesatuan serta pembauran antara satu dengan yang lain.
“Kita mengharapkan dengan dialog seperti ini dapat terjalin persatuan dan kesatuan dan pembauran antara satu dengan yang lain. Tanpa pembauran dan mau menerima keberadaan orang lain, maka itu tak ada artinya,” pungkas Ketua Forum Kemanusiaan Lintas Agama (FKLA) kepada awak media.
Ia menutup perkataannya bahwa ada tiga nilai asas Pancasila yang melekat pada diri manusia sejak dilahirkan hingga wafatnya. Yang pertama adalah hak asasi, yang kedua tanggung jawab asasi dan terakhir adalah kewajiban asasi.
Dialog kebangsaan ini dihadiri oleh perwakilan Kesbangpol provinsi, ketua FKUB Sulsel, beberapa perwakilan ormas Islam dan mahasiswa serta tamu undangan.