Kolaka, SULSELNEWS.id – Koalisi Pemuda Sulawesi (KPS) temukan dugaan kuat aktivitas pertambangan ilegal di Kabupaten Kolaka oleh PT. Toshida Indonesia bersama dengan PT. RCL Coal Transportation. Temuan ini di dasarkan hasil penyelidikan data dan fakta tim KPS karena adanya kerusakan kawasan hutan di wilayah Kabupaten Kolaka serta adanya laporan dan aduan dari masyarakat setempat. Perusahaan tersebut telah melakukan illegal mining pada kawasan yang telah di cabut izinnya pada tahun 2020 dan tetap melakukan aktivitas yang melibatkan oknum pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kolaka (20/11/2023).
PT. Toshida Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan atau ekspolitasi nikel yang mulai mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) oleh KLHK seluas 5.265,70 Ha yang terletak di Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009 dan mengantongi Persetujuan Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi oleh Bupati Kolaka pada tahun 2010.
Muzawir, Koordinator Koalisi Pemuda Sulawesi (KPS) menemukan bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. Toshida Indonesia dengan terus mengeksploitasi kekayaan alam di sulawesi yaitu nikel dengan tidak memperhatikan aturan teknis dan keberlangsungan kawasan hutan serta tidak melakukan pembayaran PNBP-PKH sebesar Rp. 151.901.783.535,-. Akibatnya terdapat kerugian kepada negara, kerusakan kawasan hutan, dan kesehatan masyarakat setempat oleh karena eksploitasi nikel yang dilakukan dengan serampangan dan tanpa mengantongi izin oleh PT. Toshida Indonesia dan PT. RCL Coal Transportation.
“Tim Kajian dan Analisis Data Pelanggaran Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dibentuk oleh Koalisi Pemuda Sulawesi (KPS) telah menghimpun data bahwa aktivitas yang dilakukan oleh PT. Toshida Indonesia dan PT. RCL Coal Transportation diwilayah tersebut adalah aktivitas pertambangan ilegal yang sudah di cabut izinnya oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia karena pelanggaran yang telah dilakukan yaitu tidak melakukan pembayaran PNBP-PKH dan ketentuan teknis lainnya.” terang Muzawir.
KPS juga menemukan bahwa temuan illegal mining dan kerusakan hutan ini sebelumnya telah dilakukan pengaduan kepada Menteri LHK dan telah dilakukan penindakan oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KLHK yang menemukan barang bukti berupa alat berat jenis excavator sebanyak 5 unit yang ditemukan di dalam kawasan hutan, namun barang bukti yang dilakukan penahanan sebelumnya oleh Balai Gakkum KLHK dilepaskan. Indikasi ini yang diduga kuat bahwa ada Oknum Pejabat KLHK yang melakukan persekongkolan jahat bersama dengan pelaku pertambangan illegal.
“Temuan-temuan hasil kajian data menunjukkan bahwa kami menduga kuat ada oknum pejabat KLHK yang bermain dalam penindakan kasus illegal mining ini, barang bukti yang sebelumnya ditahan kemudian dilepaskan dan hanya dijatuhkan sanksi administrasi” ungkap Muzawir.
KPS menduga kuat adanya permufakatan jahat dengan adanya keterlibatan oknum pejabat KLHK dan Pemerintah Kabupaten Kolaka dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bersama dengan pelaku, dengan tidak adanya tindak lanjut kepada pelaku illegal mining dan pelepasan barang bukti sitaan dan hanya sanksi secara administrasi yang jelas-jelas telah melakukan perbuatan hukum pidana dengan melakukan pengrusakan kawasan hutan dan eksploitasi nikel tanpa mengantongi izin.
‘Kami meminta kepada instansi terkait yaitu dalam hal ini DPR-RI Komisi IV dan Komisi VII untuk mengambil sikap dengan memanggil pelaku untuk menindaki hal tersebut, karena ini berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara yang seharusnya dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk keuntungan kelompok tertentu sesuai dengan amanat undang-undang. Selain itu, kami meminta untuk oknum pejabat KLHK dan DLH Kabupaten Kolaka serta pelaku PT. Toshida Indonesia dan PT. RCL Coal Transportation segera di lakukan penanahanan dan ditindak tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum di Indonesia.” Tegas Muzawir.