Opini  

87 Tahun AGH Sanusi Baco: Warisan, Jejak Dakwah dan Pengabdian untuk Umat

Penulis: Ismail Suardi Wekke, Dosen Pascasarjana IAIN Sorong, Papua Barat Daya

SULSELNEWS.id – Hari itu, tepat di tanggal 4 April 1937, KH. AGH. Sanusi Baco genap berusia 87 tahun. Sosok ulama kharismatik ini dikenal luas tidak hanya di tanah Bugis, tetapi juga Indonesia. Beliau telah mendedikasikan hidupnya untuk umat, meninggalkan warisan, jejak dakwah, dan pengabdian yang patut diteladani.

Mengenang 87 Tahun Sanusi Baco

Lahir di Taliwe (Bontoa), Maros pada tahun 1937, Sanusi Baco muda telah menunjukkan kesungguhannya dalam mendalami ilmu agama. Beliau belajar dari berbagai guru ternama, memperdalam pengetahuan Islam diantaranya di pesantren Darul Dakwah Wal Irsyad. Sebelum ke Mangkoso, turut mengaji di DDI Galesong Baru.

Setelah menimba ilmu di Mangkoso, Sanusi Baco meneruskan pendidikan ke Universitas Muslim Indonesia. Pada perkembangannya, fakultas di UMI dialihnegerikan menjadi IAIN Alauddin.

Semasa duduk sebagai mahasiswa, sudah aktif berdakwah. Ceramah-ceramahnya yang lugas, bersahaja, dan sarat makna diminati masyarakat. Tak jarang beliau juga melintasi batas daerah untuk berdakwah, menyebarkan syiar Islam ke berbagai penjuru Indonesia. Kemudian juga menyelesaikan pendidikan lisanis di Universitas Al-Azhar Kairo dengan beasiswa melalui rekomendasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.

Di usia kelahirannya yang ke-87 tahun, kenangan tentang AGH Sanusi Baco masih tetap bersemayam dalam membimbing dan memberikan tausiah kepada masyarakat. Jejak digital dan juga torehan bukunya menjadi bagian dalam belajar keislaman. Beliau menjadi teladan bagi para ulama muda untuk terus berdakwah dengan penuh semangat dan dedikasi.

Kisah hidup dan perjuangan Sanusi Baco perlu terus dilestarikan dan dijadikan sebagai inspirasi bagi generasi mendatang. Beliau adalah figur yang menunjukkan bahwa dakwah tidak hanya dilakukan melalui kata-kata, tetapi juga dengan aksi nyata yang membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat.

Kontribusi dan Warisan AGH Sanusi Baco
Sanusi Baco dikenal sebagai ulama yang moderat dan menjunjung tinggi persatuan umat. Beliau selalu menyerukan pentingnya toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Itu dilakoni dengan aktif di IMMIM (Ikatan masjid Mushallah Indonesia Muttahidah) dalam pelbagai posisi hingga akhir hayatnya.

Begitu pula memimpin Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan, dan turut mengurusi Universitas Islam Makassar. Serta keaktifan sebagai mustasyar Nahdlatul Ulama.

Selain berdakwah, Sanusi Baco juga mendirikan pesantren untuk mencetak generasi penerus yang berilmu dan berakhlak mulia. Kiprah beliau dalam bidang pendidikan menjadi warisan berharga yang terus dirasakan manfaatnya hingga saat ini.

Lembaga pendidikan yang didirikan beliau terkenal dengan pengajarannya yang memadukan ilmu agama yang kuat dengan pengetahuan umum yang memadai. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan para santri tidak hanya menjadi alim ulama, tetapi juga menjadi insan yang mampu berkontribusi positif bagi masyarakat luas.

Sanusi Baco telah menorehkan jejak dakwah yang tak terlupakan dan monumennya berupa pesantren berdiri hingga kini. Beliau tak hanya fokus pada ceramah dan pengajian, tetapi juga turun langsung ke masyarakat untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Upaya beliau dalam memberantas buta huruf Al-Quran dan meningkatkan kesejahteraan sosial menjadi bukti nyata pengabdiannya untuk umat. Beliau mempelopori program-program pemberdayaan masyarakat, membantu pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal, dan tak segan turun tangan untuk memberikan bantuan langsung kepada kaum dhuafa.

Sanusi Baco dan Pesantren Nahdlatul Ulum Maros: Menelusuri Peninggalan dan Warisan

Sanusi Baco (1937-2021) adalah seorang ulama kharismatik dan inspiratif yang telah mendedikasikan hidupnya untuk dakwah dan pendidikan Islam di Indonesia. Salah satu jejak pengabdiannya yang tak terlupakan adalah peranannya dalam pendirian dan pengembangan Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Maros (Sulawesi Selatan).

Pesantren Nahdlatul Ulum Maros mulai menerima santri pada tahun 2002 Sanusi Baco bersama dengan beberapa tokoh masyarakat Sulawesi Selatan. Awalnya, pesantren ini sebagai dedikasi terhadap kampung halaman. Namun, berkat prakarsa dan kepemimpinan Sanusi Baco, pesantren ini berkembang pesat menjadi salah satu pesantren ternama di Sulawesi Selatan, dengan santri yang tidak sebatas berasal dari Maros. Bahkan kini, menjadi salah satu pesantren terbaik dalam pengelolaan inkubator bisnis.

Sanusi Baco tidak hanya berperan sebagai pendiri, tetapi juga sebagai pemimpin dan pengajar utama di Pesantren Nahdlatul Ulum Maros. Beliau mencurahkan seluruh waktunya untuk membimbing para santri dalam mempelajari ilmu agama dan akhlak mulia. Secara terjadwal, beliau memberikan pengajian, juga membimbing langsung guru-guru dalam proses belajar mengajar.

Beliau dikenal sebagai sosok yang disiplin, tegas, dan berwibawa. Namun, di balik itu semua, beliau memiliki hati yang lembut dan kasih sayang kepada para santrinya. Beliau selalu menekankan pentingnya pendidikan karakter dan moral bagi para santri, agar mereka kelak menjadi generasi penerus yang berilmu dan berakhlak mulia.

Sekalipun tetap berpijak pada tradisi keagamaan Islam, pada saat yang sama menyampaikan dengan konteks masyarakat Bugis. Bahasa Indonesia yang dituturkannya, kerap diselingi dengan kosakata dan juga idiom dalam bahasa Bugis.

Kini, berkat kepemimpinan Sanusi Baco, Pesantren Nahdlatul Ulum Maros telah melahirkan banyak alumni yang berprestasi di berbagai bidang. Para alumninya telah berkontribusi positif bagi masyarakat, baik sebagai ulama, pendidik, maupun profesional di berbagai bidang lainnya.
Pesantren ini juga telah menjadi pusat pendidikan Islam yang penting di Sulawesi Selatan. Pesantren ini telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan dan keagamaan.

Sanusi Baco dan Pesantren Nahdlatul Ulum Maros adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Beliau telah mendedikasikan hidupnya untuk pesantren ini, dan pesantren ini telah menjadi bukti nyata pengabdiannya untuk dakwah dan pendidikan Islam di Indonesia.

Kisah inspiratif AGH Sanusi Baco dan Pesantren Nahdlatul Ulum Maros perlu terus dilestarikan dan dijadikan sebagai teladan bagi generasi mendatang. Beliau adalah figur yang menunjukkan bahwa dedikasi dan pengabdian dapat menghasilkan perubahan positif bagi masyarakat.

Kini, jasadnya terbaring dalam kubur di wilayah pesantren yang didirikannya. Wafat pada 15 Mei 2021. Kesempatan terakhir bersua bersamanya saat tahun baru hijriyah dengan memohon kesediaan beliau menyampaikan ceramah dalam format daring.

Usai perhelatan acara yang dilaksanakan Dewan Mahasiswa Fakultas Tarbiyah & Keguruan UIN Alauddin, beliau menyempatkan bercerita tentang kondisi ketika menempuh perjalanan ke Mesir bersama Gus Dur. Itu jugalah menjadi pertemuan tatap muka terakhir dengan penulis.

Pengabdianlah yang menjadi nafas perjuangannya, hingga akhir hayat. Salah satu apresiasi dating dari almamater dan juga tempat bertugasnya sebagai dosen, UIN Alauddin Makassar yang menganugerahi doktor honoris causa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *