Opini  

Kepala Daerah dan Pembangunan SDM: Memotret Dua Gubernur Sulsel

Penulis: Ismail Suardi Wekke
(Direktur Ahmad Amiruddin Fellowship)

Makassar, SULSELNEWS.id – Sejak era Petta Rani, dan sampai sekarang Pj., yang saat ini diemban Prof. Zudan, Gubernur silih berganti. Diawali dengan nama Sulawesi yang kemudian berkembang menjadi Sulseltra, dan selanjutnya Sulsel yang terpisahkan dengan Polewali sampai Mamuju dengan satu nama sendiri Sulbar.

Kesemuanya menjadi nahkoda provinsi dengan masing-masing tipikal yang sesuai dengan zamannya. Artikel ini secara khusus akan menyoroti dua gubernur yaitu Ahmad Amiruddin, dan Syahrul Yasin Limpo.

Keduanya memiliki perbedaan gaya kepemimpin tetapi dengan “irama” yang sama. Bahwa Sulsel perlu ditopang oleh sumber daya yang memadai. Tentu saja, dengan alam dan potensi energi yang ada. Tetapi tak kalah perlunya adalah soal SDM.

Dari sisi fisik kita melihat adanya kantor Gubernur saat ini. Begitu pula dengan dia daerah selatan ada pembangkit listrik tenaga bayu. Pada saat yang sama juga terdapat di Sidenreng Rappang.

Kesemuanya itu, tentu bukan saja sebagai bangunan tetapi terlebih lagi diperlukan teknisi, operator, dan juga pelbagai perangkat manusia lainnya.

Dalam satu kesempatan, Ahmad Amiruddin justru menekankan bagaimana kesemarakan penyambutan gubernur tidak lagi menjadi fokus. Tetapi lebih memerhatikan apa yang menjadi dampak untuk kunjungan gubernur di daerah. Sehingga meminta kepala daerah, untuk tidak berlebihan seperti dalam memasang umbul-umbul.

Sehingga Bupati Wajo, Radi A. Gany (1988-1993) berupaya menghindari ini. Sehingga ada kesempatan kunjungan gubernur yang kemudian mengibarkan umbul-umbul, akhirnya Radi menyampaikan bahwa itu untuk kepentingan ulang tahun istrinya. Tidak ada urusan sama sekali dengan kedatangan gubernur.

Salah satu yang juga dijadikan sebagai fokus pembangunan Ahmad Amiruddin adalah “Perubahan Pola Pikir”. Ini kemudian dapat diartikan bahwa pembangunan yang pertama dan utama adalah tentang isi kepala. Kemudian jika itu terpenuhi, maka apapun setelahnya juga dapat dilaksanakan.

Begitu pula dengan Syahrul Yasin Limpo. Dimana dalam masa jabatan 2008-2013, melaksanakan program pendoktoran sebanyak 500 orang. Setiap tahun ada 100 orang yang disekolahkan dengan target perguruan tinggi luar negeri.

Kesempatan ini menjadikan pegawai yang ada di Sulawesi Selatan, tidak terbatas pada OPD yang dalam kewenangan Provinsi Sulawesi Selatan, tetapi juga menyekolahkan dosen-dosen. Termasuk dosen yang ditugaskan di perguruan tinggi keagamaan Islam.

Kini, ke-500 doktor itu tersebar dalam pelbagai instansi, seperti sekolah, dinas (pemerintah kota/kabupaten), dan perguruan tinggi. Kesemuanya kembali berkiprah dengan tugas masing-masing. Ini penulis artikan bahwa fokus pemerintah provinsi tidak saja terkait dengan pegawainya saja, tetapi juga memperhatikan pegawai instansi lainnya untuk disekolahkan ke jenjang akademik tertinggi.

Setelahnya, pemerintah provinsi tidak juga menagih kontrak tertentu. Sebaliknya tetap memberikan kesempatan ke setiap orang menekuni kiprahnya. Diantara mereka, guru yang kemudian beralih fungsional ke dosen. Lagi-lagi tidak bertugas di lingkungan pemerintah provinsi, melainkan berkarya di tempat lain.

Dalam kaitan dengan ini, urusannya bukan tentang pegawai saja. Tetapi jikalau mereka memberikan pelayanan, maka yang dilayaninya adalah warga Sulawesi Selatan.

Akhirnya, sebuah catatan dari kepemimpinan dua gubernur Sulsel yang menjadi bahasan pada artikel ini bahwa pengembangan SDM menjadi fokus, dan ketika itu dilakukan akan berdampak pada sektor lain yang lebih luas.

Sementara Ahmad Amiruddin yang memperhatikan soal yang sepele berkaitan dengan umbul-umbul dapat menjadi tanda bahwa dengan

Sekalipun sumber daya yang disekolahkan itu tidak terkait secara langsung dengan kepegawaian pemerintah provinsi tetap saja memberikan dampak.

Ini menjadi tanda bahwa dalam pengembangan sumber daya terutama peningkatan kapasitas, maka perlu program tersendiri, fokus, dan juga tidak terikat pada sekat-sekat keorganisasian.

Pada aspek itulah harapan pada seorang pemimpin diletakkan, sehingga menjadi pemimpin bagi semua kalangan, tidak terbatas pada organisasi ataupun berdalih pada kewenangan yang diembannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *